Definisi "teori" yang paling tepat untuk bidang
akutansi adalah : "….. seperangkat azaz hipotetis, konseptual dan
pragmatis yang terjalin satu sama lain, yang membentuk suatu kerangka
acuan untuk suatu bidang pengetahuan". 1) Dengan demikian
teori akutansi dapat diartikan sebagai suatu penalaran logis dalam
bentuk seperangkat azas atau prinsip yang (1) merupakan kerangka acuan
umum untuk menilai praktek – praktek akutansi dan (2) pedoman bagi
pengembangan praktek – praktek dn produser yang baru. Teori akutansi
dapat dipergunakan untuk menjelaskan praktek – praktek yang sekarang
berjalan, akan tetapi tujuan yang terutama dari teori akutansi adalah
mengadakan suatu kerangka acuan untuk menilai dan mengembangkan praktek –
praktek akutansi yang sehat.
Suatu
teori umum yang tunggal untuk akutansi mungkin dapat merupakan suatu
tujuan jangka panjang. Akan tetapi karena akutansi sebagai suatu ilmu
yang berdasarkan logika dan penelitian empiris masih sangat muda, maka
paling banyak yang dapat dicapai pada tingkat ini adalah mengembangkan
beberapa teori dan sub teori yang saling melengkapi atau yang saling
bersaingan. Per definisi, setiap teori terdiri dari seperangkat
pernyataan yang dihubungkan oleh aturan logika atau penalaran deduktif.
Pernyataan ini harus meliputi hipotesa yang bisa diuji (atau premise) dan suatu kesimpulan, meskipun satu atau lebih premisedapat didasarkan atas value judgement yang
eksplisit. Penguji utama mengenai benar tidaknya suatu teori adalah
kemampuannya untuk menjelaskan atau meramalkan. Penjelasan secara
abstrak saja biasanya tidak cukup. Penjelasan ini dapat dipergunakan
untuk peristiwa di masa yang lalu atau yang masa kini, dan penelitian
mengenai ramalan/penjelasan tersebut akan membuktikan apakah teori
tersebut mampu meramalkan peristiwa atau keadaan dimasa mendatang.
Dengan
adanya informasi baru atau teori baru yang memungkinkan peramalan yang
lebih baik, maka teori yang ada harus dimodifikasi atau ditinggalkan.
Pendapat umum mengenai "apa yang naik pasti akan turun" ternyata harus
dimodifikasi setelah diketahui bahwa benda yang ditembakkan keangkasa
tidak kembali kebumi, meskipun teori gaya tarik bumi yang telah
diperbaiki, sejak lama telah meramalkan peristiwa semacam ini. Jadi
prediktibilitas atau kemampuan untuk meramalkan merupakan sesuatu yang
relatif, yang diperbaiki secara bertahap dengan dikembangkannya teori
yang lebih baik atau metode yang lebuh baik untuk menerapkan teori
tersebut.
Ada
suatu hal yang perlu diperhatikan mengenai prediktibilitas dalam bidang
ekonomi dan akutansi. Suatu teori yang dapat meramalkan bangkrutnya
perusahaan – perusahaan bisa sungguh – sungguh menimbulkan kebangkrutan
apabila orang percaya akan ramalan tersebut. Misalnya para kreditur dan
investor yang tidak bersedia memberikan dana atau bahkan menarik kembali
dana mereka dari perusahaan yang diramalkan akan bangkrut, bisa sungguh
– sungguh mengakibatkan kebangkrutan perusahaan tersebut.
Sifat Teori. 2)
Dari
diatas jelaslah bahwa "teori" pertama – tama harus merupakan
seperangkat kalimat. Teori diungkapkan dalam suatu bahasa, dan karenanya
pengkajian bahasa merupakan sesuatu yang penting dalam pengkajian
teori. Bahkan kebanyakan filsafat ilmu pengetahuan tidak lain suatu
pengkajian bahasa, sekalipun bahasa yang dikaji ini merupakan bahasa
yang khas bagi peneliti. Berkenaan dengan pengkajian bahasa ini, Morris,3) Carnap4) dan penulis – penulis lain membagi tiga wilayah pengkajian bahasa, yakni : sintaktik (syntactics), semantik (semantics) dan pragmatig (pragmatics).
Syntactics
adalah pengkajian mengenai hubungan antara suatu symbol (sign) dengan
simbol lainnya. Contoh dari pengkajian sintaktik ini dapat diketemukan
didalam matematika. Didalam pengkajian sintaktik, pernyataan –
pernyataan yang dibuat tidaklah mempunyai kadar empiris karena
pernyataan yang dibuat tidak berhubungan sama sekali dengan kenyataan
yang nyata (the real world). Olrh karena itu pernyataan sintaktik bersifat logis (logically true) dan bukannya benar dalam arti empiris (empirically true).
Contoh : "apabila semua elektron mempunyai magnetic moments dan
partikel x tidak mempunyai magnetic moment, maka partikel x bukanlah
merupakan elektron". Ini adalah contoh pernyataan analitis. Kita tidak
perlu mengerti apa yang dimaksudkan dengan "elektron" atau "magnetic
moment" untuk mengatakan bahwa pernyataan tadi benar. Pernyataan tadi
benar (dalam arti logis) karena bentuk kalimat dan kesepakatan kita
mengenai susunan yang logis dalam bentuk rumusan "karena demikian,
maka". Rumusan ini dapat dijelaskan dengan contoh yang berikut :
Pernyataan pertama : semua orang akan mati
Pernyataan kedua : Gita adalah orang
Maka : Gita akan mati
Rumusan
"karena demikian, maka" diatas dapat diterapkan dalam kalimat yang
nonsens tanpa mengubah kebenaran logikanya. Contoh : "apabila semua LND mempunyai tmt dan x tidak mempunyai tmt, maka x bukanlah LND". Didalam aljabar kita mengetahui bahwa "(a + b)2 = a2 +2ab +b2. persamaan
ini adalah benar sesuai dengan aturan – aturan aljabar mengenai
bagaimana simbol – simbol aljabar diatur dan di proses.
Perhatikan
juga kebenaran kalimat yang berikut : "seorang bujangan adalah laki –
laki dewasa yang belum menikah". Kebenaran kalimat ini didasarkan atas
pengertian mengenai "bujangan", "laki – laki dewasa", "belum menikah"
dan lain – lain. Dari contoh – contoh diatas jelaslah bahwa pernyataan –
pernyataan analitis memerlukan kesepakatan – kesepakatan mengenai
aturan – aturan atau definisi – definisi. Misalnya "limabelas adalah
separuh dari tigapuluh" adalah benar karena kesepakatan kita mengenai
arti dari simbol 15, 1/2 dan 30, dan arti atau aturan mengenai proses perkalian dalam ilmu aljabar.
Semantics adalah
pengkajian mengenai hubungan antara simbol dan objek atau peristiwa.
Objek atau peristiwa merupakan hal – hal yang nyata. Agar supaya simbol –
simbol mempunyai kaitan dengan hal – hal yang nyata (the real world),
maka perlu ada aturan – aturan atau pengertian – pengertian mengenai
hubungan antara simbol – simbol dengan objek atau peristiwa. Aturan –
aturan ini disebut aturan semantikal (semantical rules). Aturan – aturan inilah yang memberikan pengertian empiris mengenai simbol – simbol.
Untuk
menjelaskan pengertian semantic, lihat pernyataan yang berikut :"Lukman
seorang bujangan". Perhatikan perbedaan kalimat ini dengan pernyataan
analitis dalam kalimat "seorang bujangan adalah laki – laki dewasa yang
belum menikah". Didalam kalimat pertama "Lukman" merupakan simbol atau
wakil dari suatu objek yang nyata. Kalimat ini dapat diketahui benar
tidaknya secara empiris. Misalnya saudara Lukman Abdullah yang tinggal
dijalan Cempaka Putih (jadi suatu objek yang memang ada dalam the real world) adalah seorang bujangan, sedangkan saudara Lukman Nur yang tinggal di kampung Bali (juga suatu objek dalam the real world)
sudah menikah. Jelaslah bahwa secara empiris dapat dibuktikan bahwa
Lukman yang satu memang bujangan, sedangkan Lukman yang lain bukan
bujangan.
Juga
jelas bahwa kebenaran dalam pernyataan analitis dan kebenaran dalam
pernyataan empiris dibuktikan dengan prosedur yang berbeda. Pernyataan
analitis dibuktikan dengan menggunakan aturan sintaktikal. Pernyataan analitis ini dapat dibuktikan sebagai benar (valid)
atau bertentangan; atau dengan lain perkataan, pernyataan analitis
dapat dibuktikan internally consistent atau tidak. Dilain fihak,
pernyataan empiris dikaji kebenarannya melalui pengamatan.
Hasil pengkajian ini akan menunjukkan apakah pernyataan empiris tersebut
benar (dalam artian cocok dengan kenyataannya) atau tidak.
Pragmatics
merupakan pengkajian mengenai hubungan antara simbol dengan pemakai
simbol. Simbol – simbol yang berbeda merangsang tanggapan – tanggapan
yang berbeda dari pemakai tertentu sekalipun simbol – simbol itu
mempunyai makna yang sama. Pemakai – pemakai yang berbeda juga mungkin
menafsirkan simbol yang sama dalam pengertian yang berbeda – beda.
Tingkat – Tingkat Akutansi.
Dengan menggunakan tiga bidang pengkajian bahasa diatas, Eldon Hendriksen 5) membagi teori akutansi dalam tiga tingkat sebagai berikut :
1. Teori
– teori yang mencoba menjelaskan praktek – praktek akutansi masa kini
dan meramalkan bagaimana tanggapan para akuntan terhadap situasi –
situasi tertentu atau bagaimana mereka akan melaporkan peristiwa –
peristiwa tertentu. Teori – teori ini disebut teori sintaktikal atau syntactical theories.
2. Teori
– teori yang memusatkan perhatian kepada hubungan antara fenomena
(objek atau peristiwa) dengan simbol yang mewakili fenomena tersebut.
Teori - teori ini disebut teori semantikal atau interpretasional (semantical theories atau interpretational theories).
3. Teori
– teori yang menekankan perilaku atau akibat – akibat yang ditimbulkan
oleh laporan keuangan terhadap keputusan yang diambil para pemakai
laporan. Teori – teori ini disebut teori perilaku atau teori pragmatis (behavioral theories atau pragmatic theories).
Ketiga
teori akutansi tersebut akan diuraikan lebih mendalam dengan menunjuk
kepada literatur – literatur akutansi untuk masing – masing tingkat.
Teori sintaktikal yang dianggap klasik adalah karya – karya Yuji Ijiri6) dan Streling7). Karya – karya lain dalam kelompok teori sintaktikat di tulis oleh Grady8); Goldbreg9); Sanders, Hatfield, dan Moore10); dan Paton serta Littleton11).
Ketiga karya yang disebut terakhir lebih bersifat perspektif daripada
deskriptif pada waktu karya – karya tersebut diterbikan. Karya Grady
sebagaimana halnya dengan karya Sanders, Hatfield dan Moore,
menggambarkan praktek – praktek akutansi yang dianggap diterima secara
umum (generally accepted). Karya Grady akan disinggunng lagi dalam bab 3 karena pengaruhnya yang besar terhadap Prinsip Akkutansi Indonesia.
Teori
– teori yang menjelaskan praktek –praktek akutansi yang tradisional
memang diperlukan untuk : (1) mendapatkan gambaran yang lebih tajam
mengenai praktek masa kini, (2) memungkinkan penilaian yang lebuh tepat
mengenai teori yang tradisional, dan (3) memungkinkan penilaian terhadap
praktek masa kini yang tidak sesuai dengan teori tradisional. Teori –
teori sintaktikal yang berkenaan dengan struktur akutansi dapat diuji internal
logical consistency-nya atau dapat diuji apakah teori tersebut mapu atau tidak mampu meramalkan apa yang diperbuat akuntan. Pengujian mengenai apakah teori mampu atau tidak mapu meramalkan apa yang diperbuat akuntan dilakukan oleh Sterlling, Tallefson, dan Flaherty12). Pengkajian mereka menunjukkan bahwa sekalipun teori akutansi yang konvensional tidak lengkap, namun variabel – variabel yang relevan dapat diidentifikasikan.
logical consistency-nya atau dapat diuji apakah teori tersebut mapu atau tidak mampu meramalkan apa yang diperbuat akuntan. Pengujian mengenai apakah teori mampu atau tidak mapu meramalkan apa yang diperbuat akuntan dilakukan oleh Sterlling, Tallefson, dan Flaherty12). Pengkajian mereka menunjukkan bahwa sekalipun teori akutansi yang konvensional tidak lengkap, namun variabel – variabel yang relevan dapat diidentifikasikan.
Pengujian atas internal logical consistency misalnya dapat dilakukan untuk pernyataan berikut : "Dalam keadaan dimana harga – harga naik, metode LIFO akan meghasilkan laba yang lebih rendah daripada metode FIFO".
logika atas pernyataan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
karena harga pembelian naik, maka persediaan akhir yang dilaporkan
dengan LIFO akan lebih rendah Daripada IFO.
Harga pokok dihitung dengan mengurangkan persediaan akhir dari harga
pembelian barang yang tersedia untuk dijual.dengan demikian harga pokok
bedasarkan LIFO akan lebih dari harga pokok berdasarkan FIFO.karena
harga pokok barang yang dijual merupakan unsur biaya yang dipotong dari
harga jual, maka unsur biaya ini lebih tinggi dalam LIFO, sehingga laba LIFO akan lebih rendah dari laba FIFO.
Pehatikan dalam pembuktian internal consistency
dari pernyataan di atas, kita sama sekali tidak membuktikan apakah LIFO
atau FIFO yang menghasilkan laba yang benar dalam arti sebenarnya (the real world)
atau semantik. Pembuktian ini juga tidak mengatakan apa – apa tentang
akibat dari pelaporan laba yang rendah bagi pemakainya (pengertian
perilaku atau pragmatis), kecuali tentang kemungkinan pengaruh terhadap
pajak penghasilan.
Struktur
akutansi, sekalipun dirumuskan secara logis, tidaklah memberikan
pengertian atau interpretasi yang berarti apabila simbol – simbol atau
istilah – istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan atau mewakili
penjelasan – penjelasan atau pengukuran – pengukuran, tidak dapat
menghubungkan secara empiris fenomena yang nyata (real world phenomena).
Tanpa hubungan antara simbol dengan fenomena yang nyata, struktur
akutansi tidak mempunyai makna empiris. Perhatikan apakah interpretasi
mengenai gagasan – gagasan atau konsep – konsep yang dipergunakan para
akuntan sama dengan interpretasi pemakai laporan (teori semantikal) ini
penting.
Para
akuntan, dengan meminjam berbagai gagasan dari ilmu ekonomi, telah
berusaha menjembatani pengukuran – pengukuran akutansi dengan fenomena –
fenomena yang nyata. Contoh dari usaha ini dapat ditemukan dalam karya –
karya Canning13), Sprouse dan Moonitz14), serta Edwards dan Bell15).
Sprouse
dan Moonitz menyarankan bahwa interpretasi yang terbaik mengenai
penilaian aktiva adalah bahwa aktiva mengandung nilai jasa – jasa dimasa
yang akan datang (value of future service).
Berbagai prosedur yang dipakai untuk mengukur aktiva, selanjutnya
dinilai berdasarkan kemampuan prosedur – prosedur tersebut mengukur
nilai jasa – jasa dimasa yang akan datang. Edwards dan Bell memberikan
interpretasi ekonomi terhadap konsep nilai (value) dan laba;
mereka kemudian menyarankan bagaimana nilai dan laba dapat diukur secara
praktis. Selanjutnya, setelah pengkajian oleh Canning, Sprouse dan
Moonitz, serta Edwards dan Bell, bebarapa pengkajian empiris dilakukan
untuk menunjukkan hubungan antara interpretasi ekonomis dengan
pengukuran – pengukuran yang diperoleh dari data yang sebenarnya16).
Sebagaimana
yang akan kita lihat dalam bab – bab selanjutnya, pada umumnya konsep –
konsep akutansi tidak mempunyai makna apa – apa selain daripada hasil
penerapan prosedur – prosedur akutansi yang telah disepakati.
Perkembangan
teori akuntansi pada tingkat ketiga menekankan orientasi komunikasi dan
pengambilan keputusan. Pusat perhatiannya adalah pada relevansi dari
informasi yang dikomunikasikan kepada pembuat keputusan dan perilaku
dari pribadi – pribadi atau kelompok – kelompok pribadi sebagai akibat
daripada disajikannya informasi akuntansi. Pemakai – pemakai laporan
akuntansi yang penting diluar perusahaan yang bersangkutan adalah
pemegang saham atau investor, kreditur, dan badan – badan pemerintah.
Meskipun demikian, teori – teori perilaku juga dapat mempertimbangkan
akibat daripada laporan ekstern terhadap keputusan – keputusan yang
diambil menejemen dari akibat umpan balik atas tindakan para akuntan dan
auditor. Jadi, teori – teori perilaku mencoba mengukur dan menilai
akibat – akibat ekonomis, psikologis dan sosiologis dari berbagai
prosedur akuntansi dan media pelaporan.
Pengembangan
teori perilaku masih dalam tahap awal. Meskipun demikian, pengembangan
teori perilaku ini memberikan harapan bagi pengembangan teori yang akan
mengarahkan akuntansi kepada tujuan – tujuan yang berguna. Pendekatan
ini telah mendorong para penelliti akademis maupun akuntan – akuntan
praktek untuk mengkaji tujuan – tujuan dasar daripada akuntansi dan
untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yangn berikut : siapa pemakai
laporan keuangan yang di terbitkan? Apakah kebutuhan yang khas dari
kelompok tertentu yang memakai laporan keuangan? Apakah dapat ditentukan
kebutuhan yang sama dari pelbagai pemakai laporan keuangan, yang dapat
diisi oleh lapporan keuangan umum, ataukah diperlukan laporan – laporan
khusus untuk pemakai – pemakai tertentu ? Bagaimana investror, kreditur
dan menejer bereaksi terhadap peosedur dan penyajian akuntansi yang
bermacam – macam ?
Penelitian
mengenai perilaku terhadap prosedur – prosedur akuntansi keuangan
sangat banyak akhir – akhir ini. Williams dan Griffin17)
mencantumkan sesuatu lampiran mengenai proyek – proyek penelitian dalam
karya mereka ditahun 1969. Joel Demski menyajikan model dan penilaian
terhadap konsekwensi – konsekwensi pengalokasian sumber – sumber dari
pelbagai kemungkinan pelaporan data keuangan dalam perekonomian.18)
pengkajian – pengkajian lain lebih memusatkan perhatian antara data
akuntansi dengan harga surat – surat berharga dipasar model, meskipun
dalam banyak pengkajian hubungan antara data akuntansi dan manfaat bagi
masyarakatlah yang dijadikan pusat perhatian19). Dilain
fihak, Hofstedt mencoba memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai
pembuat keputusan yang merupakan pemakaian informasi akuntansi20).
Khususnya ia mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang berikut: (1)
Apakah pembuat keputusan mengolah informasi akuntansi dengan cara yang
berbeda dari informasi non akuntansi? (2) bagaimana tanggapan pembuat
keputusan terhadap atribut statistic tertentu mengenai suatu informasi ?
Tujuan – Tujuan Pemakai laporan Sebagai Dasar Pengembangan Teori Akuntansi.
Salah
satu dari langkah – langkah pertama dalam mengembangkan teori akuntansi
adalah penetapan mengenai tujuan – tujuan yang mempengaruhi perilaku
para pemakai laporan (behavioral objectives). Jenis informasi
yang dibutuhkan menejemen untuk membuat keputusan tidaklah harus sama
dengan jenis informasi yang diperlukan pemegang saham atau calon
pemegang saham. Didalam buku ini penekanan akan diberikan kepada
kebutuhan informasi bagi pemegang saham, kreditur dan fihak – fihak
ekstern lainnya, meskipun dalam hal – hal tertentu perspektif menejemen
juga akan disinggung. Di samping itu, perhatian juga akan diberikan
kepada kepentingan social dan ekonomi yang lebih luas.
Didalam pengembangan teori akuntansi dipergunakan pendekatan – pendekatan yang berikut mengenai bahvioral objectives :
- Teori penilaian investasi
- Pendekatan indikator prediktif
- Penekatan "peistiwa"
- Pendekatan etis
- Pendekatan teori komunikasi
- Pendekatan sosiologis
- Pendektan ekonomi makro
- Pendekatan pragmatis
- Pendekatan non-teoritis.
Teori Penilaian Investasi.
Banyak
penulis akuntansi keuangan mengasumsikan secara tegas (eksplisit)
maupun secara tersirat (implisit) bahwa tujuan utama daripada laporan
keuangan adalah menyajikan informasi kepada pemegang saham dan calon
pemegang saham untuk membantu nereka membuat keputusan mengenai apakah
mereka menjual, membeli, atau menahan saham – saham perusahaan. Model –
model mengenai pembuatan keputusan investasi belum dikembangkan dalam
teori akuntansi. Oleh karena itu model – model ini dipinjam dari
khasanah ilmu pembelanjaan. Model – model ini terdiri dari : Teori nilai
instrinsik, hipotesa pasar yang efisien, dan teori portefolio.
Teori nilai instrinsik.
Seorang investor akan membeli atau mempertahankan suatu saham apabila
ia percaya bahwa nilai instrinsik saham tersebut lebih dari harga saham
tersebut di bursa saham. Nilai instrinsik-lah yang menurut pandangan
investor menunjukkann nilai saham yang sesungguhnya dan nilai ini akan
tercermin dalam harga pasar saham tersebut jika investor – investor
lainnya juga mempunyai pandangan yang sama.
Ada dua pendekatan dasar untuk mengukur nilai instrinsik ini, yakni pendekatan nilai tunai dari arus dividen (discounted dividens approach). Miller dan Modigliani telah menunjukkan bahwa kedua pendekatan ini sbenarnya memberikan hasil yang sama.21)
Meskipun
teori nilai indtrindik ini berguna dalam menjelaskan harga – harga
saham, tetapi ia mempunyai peranan yang kecil dalam mengembangkan teori
akuntansi. Sebenarnya tidak cukup kalau kita hanya mengetahui bahwa
besarnya dividen yang diharapkan ini penting bagi pemegang saham. Model
yang unggul dan telah terbukti mengenai bagaimana investor menetukan
harapannya mengenai dividen yang akan datang atau bagaimana mereka harus
menetukan besarnya arus dividen, belum ada. Ini bidang yang amat
penting bagi penelitian akuntansi. Pendekatan "nilai tunai dari hasil
usaha" lebih sedikit lagi kegunaannya karena hasil usaha atau laba
merupakan hasil perhitungan berdasarkan konvensi – konvensi akuntansi
yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada interpretasi yang dapat dibuat
berdasarkan hitungan – hitungan tersebut. Para investor tersebut
terbiasa menggunakan ikhtisar – ikhtisar keuangan yang dibuat dewasa
ini. Kita hanya sedikit sekali mengetahui bagaimana para investor ini
akan bereaksi terhadap informasi akuntansi yang diproses dengan konsep –
konsep dan prosedur – prosedur yang lain dari yang sekarang berlaku.
Hipotesa Pasar yang Efisien.
Hipotesa ini mengatakan bahwa pasaran saham adalah efisien apabila
harga saham – saham secara penuh dan cepat menggambarkan informasi yang
tersedia. Ada tiga bentuk dari hipotesa ini : (1) Bentuk lemah – harga
saham – saham sepenuhnya menggambarkan informasi yang tersirat dalam
perjalanan harga – harga saham dimasa yang lau : (2) Bentuk yang
setengah kuat – harga saham – saham sepenuhnya menggambarkan semua
informasi yang tersedia bagi masyarakat luar; (3) Bentuk kuat – harga
saham – saham sepenuhnya menggambarkan semua informasi, termasuk
informasi yang sebenarnya hanya diketahui selompok kecil golongan
masyarakat.
Pentingnya
hippotesa ini, khususnya dalam bentuk yang setengah kuat, ialah karena
kita dapat mengasumsikan bahwa kadar informasi dalam data akuntansi
dapat dinilai atas dasar reaksi pasar terhadap informasi tersebut.
meskipun demikian kita harusmengetahui bahwa : pertama. Hubungan antara
kadar informasi dengan reaksi pasar tidaklah berarti bahwa prosedur
akuntansi yang dipergunakan akan menghasilkan informasi yang optimal
untuk pembuat keputusan investasi. Kedua. Hubungan tersebut tidak
menyatakan apa – apa tentang manfaat yang dapat diharapkan oleh
masyarakat. Termasuk didalamnya adalah alokasi sumber – sumber secara
optimal. Ketiga. Hubungan tersebut tidak mempertimbangkan biaya yang
dikeluarkan untuk menyajikan informasi tersebut dibandingkan dengan
sumber – sumber lain dari infomasi yang sama22). Penelitian akuntansi tentu saja dapat diperluas untuk menampung hal – hal ini.
Teori Portefolio.
Teori portefolio menyatakan bahwa investor yang rasional akan memilih
suatu kumpulan (poprtefolio) saham – saham yang dapat memaksimumkan
hasil (expected rate of return) untuk tinngkat resiko tertentu atau
meminimumkan tingkat resiko untuk suatu tingkat hasil tertentu.
Portefolio saham – saham semacam itu di sebut efisien. Jadi yang peting
bagi invetor adalah dampak dari sekumpulan saham dan bukan expected performance dari suatu saham tertentu. Oleh karena itu pengukuran risiko yangn relevan bukanlah total variability
dari suatu saham melainkan covariability dari suatu saham terhadap
saham – saham lainnya dalam portefolio tersebut. Ini berarti bahwa dua
jenis saham yang masing – masing mungkin mempunyai risiko yang tinggi,
tetapi kalau digabungkan dalam satu portefolio total risiko menjadi
lebih kecil apabila variabilitas dari kedua jenis saham tersebut
berbanding terbalik.
Teori
Portefolio ini penting bagi teori akutansi karena ia menunjukkan
kebutuhan akan pemisahan antara ririko yang sistematik (syismatic risk)
dan risiko yang tidak systematic(nonsystematic risk).Risiko yang
sestematik adalah variabilitas hasil saham saham berkenaan dengan
pergerakan harga harga saham secara umum.Karena risiko yang tidak
sistematik dapat dihilangkan melaliu diversifikasi maka risiko yang
sistematik ini sajalah yang relevan dalam pemilihan portefolio.Oleh
karena itu teori akutansi yang semata mata memusatkan perhatian pada
satu jenis saham tanpa memperhatikan keadaan suatu portefiolio,bisa
merupakan teori keliri.Ini tentunya tidak berarti bahwa pengukuran
risiko yang tidak sistematik tidak penting bagi beberapa investor yang
memilih untuk tidak melakukan atau tidak dapat melakukan diversifikasi ,
sekalipun pasar saham tidak akan memberikan imbalan kepada investor
yang ingin menanggung risiko yang tidak sistematik itu.
Pendekatan Indikator Prediktif
Satu
gagasan yang dapat ditarik dari model penilaian investasi ialah
kemampuan untuk meramalkan. Kalau data akutansi diharapkan menjadi
relevan untuk pembuatan keputusan oleh investor , maka data tersebut
haruslah dapat memberikan masukan dalam model model pengambilan
keputusan oleh investor.Untuk model model keputusan semacam ini hanyalah
harapan dan taksiran mengenai masa yang akan datanglah yang relevan ,
maka data akutansi hanyalah relevan apabila data ini memungkinkan
peramalan atas objek atau juga peristiwa dikemudian hari.Penekanan atas
kemungkinan melakukan peramalan ini masih menimbulkan pertanyaan
pertanyaan yang berikut :
- Objek atau peristiwa apa saja yang harus dimasukkan dalam model keputusan para investor ?
- Hubungan apa yang harus dianggap atau dicari antara data akutansi dan masukan dalam model keputusan ?
- Data akutansi alternative atau prosedur akutansi alternative yang mana yang terbaik yang dapat memenuhi syarat kemampuan untuk meramalkan
Sebelum
pengujian mengenai kemamouan meramalkan deapat diterapkan , harus ada
pengetahuan mengenai apa model model keputusan yang ada atau model model
keputusan apa y6ang seharusnya dipergunakan oleh investor.Pengetahuan
mengenai hal yang pertama dapat dikaji melalui teori teori deskriptif
mengenai reaksi investor dan pasar / bursa saham terhadap data
akutansi.Kesulitan utama dalam menggunakan model deskriptif ini adalah
karena investor dibatasi oleh informasi yang tersedia baginya.Oleh
karena itu sangatlah sulit untuk meneliti apa dampak dari data atau
prosedur akutansi alternative,yakni data dan prosedur akutansi lainnya
yang justru yang ternyata tidak tersedia bagi investor
tersebut.Pendekatan normative memiliki keuntungan karena pendekatan ini
memungkinkan kita memilih data dan prosedur akutansi yang sebelumnya tak
dilaporkan.Akan tetapi teori yang normative selalu sulit dinilai dan
selalu berubah dengan diketemukannya informasi baru.Pendekatan normayif
dari akutansi nilai ganti (replacement
cost accounting ) 23).
cost accounting ) 23).
Seperti
dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh American Accounting
Association on Corporate Financial Reporting (1969-1971),ada paling
sedikit empat cara dimana data akutansi dapat dihubungkan dengan masukan
untuk model model keputusan :
- Prediksi atau peramalan secara langsung dapat dibuat oleh akuntan atau menejemen dalam bentuk ramalan atau forecast yang dievaluasi oleh akuntan yang independent.Secara histories para akuntan enggan berhubungan dengan forecast semacam ini karena kemungkinan akibat hukum atau tuntutan yang telah timbul karena forecast yang tidak tepat.
- Prediksi secara tidak langsung merupakan gagasan yang paling umum diterapkan dalam mengukur kemampuan peramal dari kata akutansi.Data untuk masa yang lampau dianggap memiliki kemampuan untuk meramalkan apabila objek atau peristiwa kemudian dapat diekstrapolasi atau diproyeksikan dari data tersebut kemasa yang akan dating sekalipun perubahan dalam lingkungan dan factor ekstern dapat dipergunakan untuk mengubah bentuk ekstrapolasi.
- Penggunaan indicator utama (lead indicators) menekankan kemampuan data akutansi untuk meramalkan titik titik balik (turning points) dan bukannya sekedar ekstra polasi data yang lampau kemasa yang akan dating . Ini berarti bahwa akuntan harus mencari data yang harus penggerakannya mendahului pergerakan objek atau peristiwa yang akan diramalkan.Contoh : kenaikan
debt-equity ratio mungkin merupakan keadaan yang mendahului terjadinya kemunduran dalam cash flow yang tersedia bagi pembagian dividen . - Informasi akutansi tertentu saja mungkin belum cukup untuk membuat suatu peramalan . Tetapi penggunaan informasi tersebut bisa menjadi relevan apabila dipergunakan bersama informasi lainnya didalam menilai prospek perusahaan . Contoh : ratio of cost goods sold to average inventory dan gross margins akan berguna untuk menilai efesiensi usaha dan karenanya dapat membantu dalam meramalkan operating cash flow dikemudian hari dan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen dimasa yang akan dating.
Gagasan
mengenai kemampuan untuk meramalkan memiliki potensi yang besar bagi
pengembangan laporan data keuangan yang relevan.Akan tetapi ada beberapa
kesulitan yang dihadapi saat ini.Pertama,tidak adanya model model
keputusan baik yang normative maupun deskriptif yang telah dibuktikan ,
yang memberikan gambaran yang cukup mengenai masukan yang dipergunakan
dal;am model.Kedua, kurangnya pengertian mengenai hubungan antara data
akutansi dengan objek atau peristiwa yang mungkin menjadi masukan untuk
model model keputusan.Tidaklah tepat misalnya untuk mengasumsikan bahwa
konsep laba tertentu merupakan bahan yang relevan untuk meramalkan ,
sekedar karena konsep itu memungkinkan prediksi mengenai nilai nilai
laba dikemudian hari.Laba Akutansi adalah sesuatu yang semu yang
dihasilkan dari struktur akutansi yang formal dan hanyalah relevan untuk
tujuan prediksi jika laba tersebut merupakan subtitusi untuk suatu
masukan yang relevan dalam model model keputusan.Pada saat ini masih
banyak kesulitan yang dihadapi untuk menguji kemampuan meramalkan
karena:kompleksnya lingkungan dunia usaha,kurangnya pengertian dari
hubungan antara pengukuran objek dan peristiwa dikemudian hari , dan
ketidak mampuan untuk memformulasikan model keputusan (baik normatif
maupun deskriptif)yang dapat dipercaya.
Pendekatan Peristiwa.
Ada tiga konflik dasar dalam pengembangan teori akutansi , yakni :
- Apakah ikhtisar keuangan harus ditujukan kepada pemakai pemakai tertentu ataukah untuk pemakai pemakai yang beraneka ragam tanpa kebutuhan yang diketahui dengan jelas ?
- Berapa terperinci informasi akuntansi tertentu yang disajikan ?
- Jenis jenis informasi apa yantg harus dipilih untuk disajikan.Meskipun ketiga pertanyaan ini saling berkaitan , dalam hubungannya dengan teori peristiwa (event theory) pertanyaan pertanyaan tersebut akan dibahas secara terpisah
Sekalipun
tidak hanya terbatas kepada teori peristiwa , pikiran dasar dari
pendekatan ini adalah bahwa pemakai laporan keuangan beraneka ragam
adanya dan akuntan janganlah berikhtiar untuk mengarahkan laporan
keuangan utama yang dipublikasikan kepada pemakai pemakai tertentu
menurut perkiraanya sendiri.Selanjutnaya dipublikasikan bahwa model
model keputusan tidak dapat diformulasikan (baik secara deskriptif
maupun secara secara normative) dengan cukup teliti untuk menentukan
jenis informasi akutansi yang relevan bagi masukan kedalam model model
keputusan ini.Akan tetapi , Sorter berpendapat bahwa sekalipun lebih
banyak yang dapat diketahui mengenai model model keputusan dari pemakai
laporan , kemungkinannya adalah bahwa model model tersebut lebih
konsisten dengan pendekatan peristiwa (event approach)
daripada pendekatan nilai (value approach).Dengan denikian menurut
Sorter kita tidak perlu mengetahui banyak tentang model model keputusan
untuk menentukan data akuntansi apa yang relevan bagi investor .
Investor misalnya dapat memekai data akuntansi untuk meramalkan
peristiwa tertentu (sepeti penjualan untuk jenis jenis produk yang
dijual)dan kemudian memakai ramalannya sendiri mengenai peristiwa ini
untuk memformulasikan masukan yang lebih khusus lagi kedalam model
keputusan
Apabila
suatu akutansi diharapkan akan relevan untuk model keputusan yang
beraneka ragam dan apabila tujuannya adalah untuk meyakinkan informasi
yang beraneka ragam yang dianggap relevan untuk prediksi prediksi yang
khusus , maka harus ada perluasan dari data akutansi dalam laporan
keuangan.Ini berarti bahwa diperlukan lebih banysk detsil dsn lebih
sedikit penggabungan (aggregation)data.Sekalipun beberapa model
keputusan yang normative juga memerlukan data yang dipilah pilah
(disaggregated data) , pendekatan peristiwa memerlukan lebih banyak
detail karena ia menganggap bahwa pemakai harus memungkinkan memilih
informasi yang dikehendakinay dari suatu daftar yang luas dan juga ia
harus dimungkinkan untuk memutuskan bagaimana penggabungan dari detail
detail ini dilakukan.Pemakaian biasanya dapat menggabungkan data
akuntansi yang tersedia dengan detai detail yang cukup dari pada memilah
milah data yang tidak diketahui detailnya.
Suatu
peristiwa merupakan suatu kejadian , fenomena ,ataupun transaksi yang
dianggap dapat diamati dan lebih memiliki interprestasi semantic
daripada pengukuran nilai assets dan liabilitries.Akan
tetapi hanya ada beberapa cirri dari peristiwa yang dapat dukur dan
dilaporkan ; dalam pendekatan peristiwa harga harga jual dan beli
dianggap dapat diamati (observable) , dapat diperiksa (verifiable)
dan relevan.Akibatnya neraca dipandang sebagai penggabungan peristiwa
yang telah terjadi dimasa yang lampau.Pentingnya ikhtisar rugi laba
adalah dalam menyajikan kegiatan perusahaan , sedangkan angka akhir
berupa laba tidaklah ia memusatkan perhatiannya pada kegiatan perusahaan
dan bukan kepada perubahan modal kerja
Kekurangan kekurangan daripada pendekatan adalah
- Kriteria untuk memilih informasi apa yang harus disajikan ssangat samara samara dan karenanya tidak sepenuhnya menjurus kepada pengembangan teori akuntansi
- Perluasan data bisa mengakibatkan pemakai kewalahan dengan informasi yang berlimpah limpah . Bukti bukti dari pengkajian perilaku menunjukkan bahwa ada sesuatu batas mengenai jumlah informasi yang dapat ditangani seseorang pada suatu waktu secara efisien.
- Sebenarnya sedikit sekali bukti bukti bahwa : a).Pengukuran peristiwa lebih verifiable daripada pengukuran objek atau b). Bahwa penyajian cirri cirri peristiwa akan otomatis menagarh pada prediksi yang lebih baik dari pada penyajian peristiwa dan objek tertentu yang dipilih.
Pendekatan etis
Perlu
diingat bahwa beberapa pendekatan terhadap tepri akuntansi tidaklah
musti berdiri sendiri sendiri.Hal ini dapat dilihat dalam pendekatan
etis,karena dengan mencamtumkannya sebagai sesuatu pendekatan tersendiri
tidak berarti bahwa bahwa dalam pendekatan lainnya tidak mengandung
segi segi etika.Pattillo misalnya menekankan bahwa dalam pendekatannya
"dasar utama yang dipergunakan harus bersifat etis , metodenya harus
logis , dan pengujian formulasinya terletak pada penerapannya terhadap the real world"
Pendekatan
etis dalam teori akuntansi memberikan penekanan terhadap konsep
keadilan,kebenaran,dan kelayakan.D.R.Scott berpendapat bahwa penentuan
praktek akuntansi sebenarnya mengikuti pola yang terdapat dalam azas
azas organisasi social.Pandangan pandangan nya adalah :
- Prosedur akuntansi harus memberikan perlakuan yang sama pada semua pihak ,
- Laporan keuangan harus menyajikan pernyataan yang benar dan akurat ,
- Data akuntansi harus layak ,tidak bias, dan tidak memihak kepentingan kepentingan tertentu.
Disamping
dari ketiga gagasan di atas Scott menambahkan persyaratan bahwa prinsip
akuntransi harus terus menerus direvisi untuk mengikuti perubahan
keadaan dan prinsip prinsip tersebut harus diterapkan secara konsisten
apabila mungkin.
Kelayakan
, keadilan , dan tidak memihak sebenarnya merupakan pandangan bahwa
laporan akuntansi tidak terjangkit oleh pengaruh atau bias yang tidak
semustinya. Laporan – laporan akuntansi tidak boleh dibuat untuk
memenuhi kepentingan seseorang atau suatu kelompok atas kerugian orang
orang atau kelompok yang lain. Kepentingan semua fihak harus mendapatkan
perhatian menurut proporsinya, khususnya untuk menghindari fihak –
fihak yang memegang kuasa untuk menentukan prosedur akuntansi yang
dipergunakan. Keadilan biasanya diartikan sebagai ketaatan terhadap
suatu standard yang diterapkan baik secara formal maupun informal
sebagaia pedoman untuk perlakuan yang sama.
Kebenaran
dalam konteks akuntansi barang kali merupakan pengertian – pengertian
yang paling sulit didefinisikan dan diterapkan. Kebanyakan pendapat
mengeni istilah kebenaran mengartikannya sebagai "persesuaian dengan
keadaan nyatannnya/fakta." Akan tetapi tidak semua orang sependapat
dengan apa yang dimaksud dengan "fakta". Berapa orang menganggap fakta
akuntansi sebagai data yang objektifdan dapat diperiksa (verifiable).
Kepompok ini menganggap historical cost sebagai fakta akuntansi. Orang –
orang lain berpendapat bahwa kebenaran dalam penilaian assets dan expenses berarti bahwa penilaian itu harus menerpkan nilai – nilai ekonomis yang current. MacNael menyatakan bahwa laporan keuangan adalah benar hanya apabila mencantumkan current value daripada assets dan bahwa profit atau loss terjadi karena perubahan current values tersebut, sekalipun kenaikan values tersebut harus dijelaskan apakah sudah atau belum direalisasi.29)
Kebenaran
juga sering diartikan sebagai persesuaian dengan prinsip – prinsip yang
telah diterima. Misalnya pengakuan laba pada saat penjualan dinggap
benar, sedangkan melaporkan penambahan nilai aktiva karena appraisal
dianggap kurang atau tidak benar. Tetapi sebenarnya ketentuan atau
prosedur yang sudah diterima, bukanlah merupakan dasar yang tepat untuk
mengukur kebenaran.
Konsep
kelayakan sejak lama telah menjadi tujuan utama didalam penyajian
laporan keuangan yang diaudit. Hal ini dapat kita liha dari bentuk
laporan akunan publik yang menyatakan apakah ikhtisar keuangan telah
disajikan secara layak. Mautz dan Sharaf menjelaskan bahwa pengertian
layak dalam laporan akuntan mencerminkan iktikad baik untuk melaporkan
keadaan perusahaan yang sebenarnya.30) Didalam membahas konsep kelayakana ini mereka juga mengajukan tiga sub kosep yakni : Kebenaran akuntansi, disclosure yang cukup, dan kewajiban audit.
AICPA Statement on Auditing Procedure No. 33 menggunakan konsep kelayakan yang sama seperti gagasan Mautz dan Sharaf. Dengan judul "Fariness of Presentation", Statement
No. 33 tersebut membahas topik – topik yang berikut : (1) Persesuain
dengan prinsip – prinsip akuntansi yang umum diterima, (2) Disclosure, (3) Cosistency dan (4) Comparability.31) Jadi
konsep mengenai kelayakan ini sebenarnya sama dengan konsep kebenaran
(dalam arti yang kedua) seperti yang dibahas diatas. Mautz dan Sharaf
menganggap bahwa ketaatan terhadap prinsip – prinsip yang diterima umum
belum merupakan syarat yang cukup, karena didalam melaporkan realita
perusahaan auditor mungkin harus membuat prinsip sendiri (yang belum
tentu sesuai dengan prinsip yang diterima umum). Disini kita melihat
lagi bahwa "realita" mempunyai makna yang sama dengan "fakta" seperti
pada pembahasan mengenai konsep kebenaran di atas.
Konsep kelayakan yang berbeda tersirat dalam komentar yang diberikan oleh Leonard Spacek atas AICPA
Accounting Research Study No. 3. disana ia menyatakan :
Accounting Research Study No. 3. disana ia menyatakan :
… Pembahasan mengenai assets, liabilities, revenue dan costs
sebenarnya premature dan tidak mempunyai arti kecuali jika prinsip –
prinsip dasar yang akan menghasilkan fair presentation dari pada fakta –
fakta telah ditentukan lebuh dahulu. Kelayakan dalam akuntansi dan
pelaporan haruslah untuk dan kepada orang – orang yang mewakili pelbagai
segmen dalam masyarakat kedua – duanya.
Kelayakan
disini berarti tidak memihak dan adil kepada perorangan maupun kelompok
yang mempunyai kepentingan. Kelayakan disini juga berarti penyajian
yang layak dari fakta – fakta. Penekanannya adalah kepada kelayakan pada pembaca laporan dan bukan kelayakan mengenai
data yang disajikan.laporan yang disajikan dengan cara layak tentunya
bisa juga tidak memihak, tetapi Spacek mensyaratkan kedua – duanya.
Companies Act of 1967 di
Inggeris mensyaratkan bahwa auditor mencantumkan dalam laporannya
apakah ikhitisar – ikhtisar keuangan menunjukkan keadaan yang benar dan
layak (true and fair view). Didalam pernyataan auditor tersirat
pandangan etika yang pengejawantahannya pada dianutnya prosedur –
prosedur akuntansi yang tradisional dalam kebanyakan hal.33)
Akan tetapi para akuntan di Inggeris mempunyai keleluasaan yang lebih
besar dari rekan – rekan mereka di Amerika mengenai pilihan metode
akuntansi yang dapat memberikan true and fair view.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar